Ujian adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Sebagai
pribadi biasa atau pribadi yang bertitelkan aktivis dakwah yang hidupnya penuh warna. Ujian pasti datang
menghampiri dan turut memberi warna
dalam salah satu atau bahkan sebagian besar fragmen kehidupan kita. Ujian akan
selalu datang, datang dan datang jika kita telah mengaku beriman. Tak hanya
sekali.
Firman Allah QS. Al Ankabuut [29]: 3
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
dengan mengatakan kami telah beriman dan tidak akan diuji..? dan sungguh Kami
telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui
orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta ”
Dari potongan ayat tersebut di atas, bolehlah dikatakan jika
ujian adalah sebuah alat evaluasi. Alat evaluasi yang dipergunakan oleh Allah untuk menguji
kelayakan dan komitmen seorang hamba jika ia telah mengaku beriman. Untuk
menguji apakah seorang hamba “layak” untuk naik ke level keimanan yang lebih
tinggi. Untuk menguji apakah seorang hamba benar- benar beriman sepenuh hati.
Atau jangan –jangan ikrar Syahadatain yang telah diucapkannya hanya menjadi Lip
Service belaka. Sebab setiap yang diucapkan membutuhkan pembuktian.
Ada satu hal yang menarik yang terdapat pada salah satu
tulisan Syaikhut tarbiyyah ust. Rahmat Abdullah mengenai ujian. Beliau
mengatakan “Engkau akan diuji pada titik terlemah yang engkau miliki”. Kita
sering sadar jika datangnya ujian Allah itu sesuatu yang lumrah.tapi yang
mungkin jarang kita sadari bahwa Allah
itu akan menguji pada titik terlemah yang kita miliki. Kita kan diuji pada
titik dimana kapasitas dan kualitas diri kita dianggap Allah masih kurang dan
membutuhkan peningkatan. Kita akan diuji pada kelemahan yang harus dihilangkan.
Jika titik kelemahan kita ada pada rendahnya tingkat
pengendalian emosi maka Allah tidak akan menguji kita berkaitan dengan
kelemahan menjaga batas-batas hubungan dengan lawan jenis. Kita kan lebih
sering dipertemukan dengan orang-orang yang bawaannya selalu memancing emosi.
Kita akan sering dipertemukan dengan orang-orang yang berseberangan sudut
pandang dan pola pikirnya dengan kita. Yang Setiap kali bertemu pasti menyulut
pertengkaran. Allah akan makin menambah persoalan-persoalan pelik yang mungkin
bisa meledakkan emosi kita. Ujian –ujian itu tidak akan berhenti sampai Allah
memandang kita mampu memenej emosi kita. Dan selama kita belum bisa menghadapi
dan mengatasi semua itu, ujian tersebut akan terus datang.
Begitu juga jika kita adalah pribadi yang mudah tergoda
kemilaunya harta dunia. Maka, ujian yang datang juga tidak akan berupa hal-hal
yang berkaitan dengan bagaimana cara mengendalikan emosi atau menahan godaan
dari lawan jenis. Bisa dipastikan Allah akan membuka leba-lebar kesempatan bagi
kita untuk mengelola anggaran keuangan. Allah akan makin memperlihatkan
fasilitas- fasilitas duniawi yang mengoda untuk kita kejar. Allah ingin
mengetahui apakah kita sudah amanah dan qona’ah ataukah sebaliknya.
Demikianlah, Sebagaimana yang disampaikan ust. Rahmat
Abdullah, kita memang akan diuji di titik yang memang membutuhkan perubahan.
Allah akan memberikan ujian sebagai washilah untuk memperbaiki diri. Dengan
ujian, Allah memberi kesempatan untuk menghilangkan titik-titik kelemahan yang
masih melekat pada diri kita. Dengan harapan bahwa kelemahan-kelemahan itu tak
lagi menjadi noda-noda yang memburamkan potret diri kita sebagai hamba di
hadapan Allah. Dengan ujian kiranya seorang hamba bisa berubah kian hari kian
bertambah ketaatan padaNya. Maka, jika seorang hamba makin bertambah keimanan
dan ketaatan pada Nya secara otomatis akan meningkat pula posisi levelnya di
sisi Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar