Keep Move On 'coz if you don't CHANGE you'll DIE

Selasa, 26 Maret 2013

Kematangan Tarbiyah Menyikapi Keputusan Jamaah

“Perbedaaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah kepribadian akan tampak ke permukaaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak."
(Anis Matta)

Dengan opening seperti di atas, apa yang Anda fikirkan setelah membacanya. Wah... sepertinya bakal serius dan terasa berat tulisan saya kali ini. Mungkin asumsi itu benar. Tapi semoga tidak mengurungkan niat untuk membaca hingga akhir, tentu saja.

Mengapa tiba-tiba terbesit ide untuk menuliskan ini? Bermula dari cerita salah satu kawan duduk saya dalam majelis iman, liqo'at pekanan. Jum’at sore, ketika pertemuan kami kali itu hampir berakhir, kawan saya tersebut mengurai sebuah cerita. Dia punya seorang teman yang berdomisili di kota yang cukup jauh dari tempat kami tinggal. Sebab jarak, hubunganpun lebih sering dilakukan via telepon. Tak jarang mereka berdua saling berbincang, bertukar fikiran dan sesekali berargumentasi. Berdebat, lebih sering orang menyebutnya. Hal yang lumrah, meski mereka berdua satu harakah, satu jamaah. Jamaah Tarbiyah.

Hingga suatu ketika, kata-kata tercetus tanpa diduga. “Apa kubilang, Pak Raden (Presiden terkini Republik Mimpi) itu antek Yahudi. Apa orang-orang jamaah kita tidak bisa melihat itu? Bagaimana mungkin jadi referensi pilihan “wajib” saat Pilpres kemarin..?? Lha coba sekarang, kita lihat kondisi jamaah kita..”babak belur” dihajar dari segala arah. Untunglah, tak kucoblos foto Pak Raden saat di bilik suara ketika itu!” Dan kawan saya hanya terbengong di ujung telepon. Tanpa sadar hatinya bimbang. Sudah salah pilih juga kah ia saat pilpres waktu itu?

Begitulah... cerita tentang teman jauh kawan saya itu sepertinya sering kita dengar atau bahkan mungkin kita terlebih saya pribadi, pernah terbesit untuk menjadi “calon” pelaku ketidak taatan pada hasil syuro para qiyadah. Pada keputusan jamaah. Sebab tak jarang kenyataaan seperti ini terjadi dalam perjalanan pergerakan dakwah kita. Sebab kenyataan seperti ini lumrah terjadi sebagai implikasi dari fakta yang lebih besar yakni adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk. Demikian Anis Matta menyebutnya dalam bukunya Menikmati Demokrasi. Dan jamaah tarbiyah ini termasuk dalam kategori tersebut. Betapa tidak, para penumpang dalam gerbong kereta pergerakan dakwah ini begitu bervariasi. Semua yang hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini berasal dari latar belakang keluarga, sosial, dan tingkat pengetahuan yang berbeda. Dan tentu saja, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Meski, proses tarbawi berusaha menyamakan sudut pandang berfikir kita sebagai kader dengan merumuskan konsep manhaj dakwah yang jelas. Namun dinamika personal tiap kader, pola menejerial organisasi, dan local culture wilayah dakwah masing–masing masih akan tetap memberi ruang bagi adanya kemungkinan munculnya perbedaan. Begitu ulasan Anis Matta dalam buku tersebut, mengenai fenomena ini.

Anis Matta juga menambahkan, ada empat hal yang mesti kita lakukan seandainya suatu ketika fenomena seperti ini “menggoda” ketsiqohan kita atas keputusan jamaah.

Pertama, merenungi dan bertanya secara jujur pada nurani kita apakah pendapat yang kita anggap lebih baik dari keputusan jamaah adalah berasal dari sebuah upaya “ilmiah” seperti kajian, pengalaman dan pembuktian lapangan yang bisa kita jadikan landasan yang kuat sehingga layak bagi kita untuk “ngotot” mempertahankannya. Dan semoga bukan hanya sekedar “lintasan fikiran sesaat” saat syuro berlangsung atau saat sebuah keputusan diumumkan. Alangkah tak pantas sebagai kader yang berilmu ngotot mempertahankan pendapat tanpa landasan yang kuat. Bahkan bila pendapat kita berasal dari proses ilmiah yang intens dan sistematis maka selayaknya yang dicontohkan para ulama, ketawadhu’an. Dengan berpegang pada kaidah “Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua, bertanya kembali dengan lebih jujur pada diri kita. Apakah pendapat yang kita bela tersebut adalah sebuah “kebenaran objektif” murni atau malah telah terkontaminasi “obsesi jiwa” yang kadang sadar atau tidak sadar mendorong kita untuk terus “ngotot” mempertahankan pendapat kita sebagai bentuk pembelaan terhadap eksistensi diri pribadi.

Ketiga, seandainya kita tetap yakin bahwa pendapat kita lebih benar dari apa yang sudah menjadi keputusan jamaah, maka kita mesti tetap percaya bahwa mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah sangat jauh lebih penting dan utama jika dibandingkan sekedar memenangkan satu pendapat yang boleh jadi sejatinya memang benar. Sebab perlu kita ingat kembali bahwa berkah dan pertolongan Allah hanya turun pada jamaah yang bersatu padu bukan yang bercerai berai. Yang bahkan jika terbukti keputusan syuro tersebut keliru, maka dengan keutuhan dan keutuhan shaff jamaah yang kita jaga akan mudah bagi jamaah untuk mengurangi dampak negatif dari kekhilafan tersebut. Baik dengan mengurangi tingkat resiko yang timbul atau menciptakan kesadaran baru dalam jamaah yang bisa jadi tak akan pernah tercapai jika tanpa pengalaman “jatuh” seperti itu. Hingga hati tiap kader akan lapang menanti rahasia hikmah yang telah disiapkan Allah atas apa yang terjadi.

Keempat, sesungguhnya dalam mengelola ketidaksetujuan syuro itu kita telah dipaksa belajar banyak hal tentang makna iman, tentang makna ikhlas yang tiada batas, tentang makna tajarrud melawan hawa nafsu, tentang menjaga keutuhan ukhuwah, tentang kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri secara tepat dalam kehdupan berjamaah, tentang tradisi ilmiah yang harus dilestarikandan kelapangan hati yang tak terbatas, hingga tentang betapa ilmu yang kita miliki terbatas jika dihadapkan pada ilmu Allah, dan tentu saja tentang makna tsiqoh pada keputusan jamaah

Dalam tulisannya tersebut ustadz Anis Matta pun mengingatkan, jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Sebaliknya, yang mesti kita lakukan adalah memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan mendalam. Begitupun di saat yang sama, kita makin melapangkan hati kita untuk menampung segala bentuk perbedaan yang mungkin timbul. Dan tak lupa pula dengan segala kerendahan hati kita yakin ada begitu banyak ilmu, rahasia serta hikmah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mungkin belum tampak saat ini dan justru akan datang saat hari-hari mendatang.

Dan pada akhirnya pilihan sikap kita dalam mengelola ketidak-sepakatan kita atas keputusan jamaah benar-benar akan menyingkap tabir diri kita sebagai mana telah saya kutip di awal, semua bakal nampak: apakah sejatinya, kita telah matang secara tarbawi atau tidak? [Kembang Pelangi]

Rabu, 20 Maret 2013

Bukan Air Mata Biasa



Pernahkah anda menangis ….?. Saya rasa hampir setiap orang pernah mengalaminya. Air mata itu bisa jadi muncul saat kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita kasihi. Bisa jadi  salah satu orang tua yang kita cintai apalagi jika keduanya meninggalkan kita selamanya. Atau mungkin suatu ketika saat pasangan kita, suami atau istri kita melangkah pergi menjauhi kita baik itu sementara atau bahkan untuk selamanya. Tak jarang air mata itu muncul ketika kata dan sikap orang –orang di sekeliling kita menyemaikan dan menumbuhkan luka dalam hati kita. Air mata bisa jadi menetes di sudut mata kita saat menyusuri jalan yang biasa kita lewati kita temui peminta-minta tua, anak yang menengadahkan tangan saat jam-jam di mana ia seharusnya sekolah dan sosok apapun yang menerbitkan rasa iba dalam hati kita. Tapi jangan salah terkadang tanpa diundang pun air mata datang saat kita memperoleh kebahagiaan. Saat ijab qobul diucapkan. Saat seorang bayi dilahirkan. Saat wisuda kelulusan. Atau mungkin saat kita mendapat hadiah yang paling kita inginkan. Demikianlah, kesedihan dan kebahagiaan keduanya mampu menghadirkan air mata. Silih berganti.

Tapi pernahkah air mata kita menetes hanya karena menatap seseorang….?. Sedangkan orang tersebut bukan Orang tua, Suami atau istri kita. Bukan pula peminta-minta atau gelangangan yang biasa mendatangkan iba.Apalagi artis idola kita. Seorang yang mungkin tidak pernah kenal dekat. Seorang yang tangannya tak pernah kita jabat. Seseorang yang mungkin hanya bisa kita lihat dalam jarak pandang yang begitu jauh.

Itulah yang terjadi pada saya. Malam dimana jari ini saya jentikkan untuk mengetik tulisan saya ini. Entah ini sudah bilangan yang keberapa saya putar kembali video pidato “Sang Presiden Baru” yang saya simpan. Saya yakin anda semua paham  siapa yang saya maksud. Ada dua sosok yang selalu bisa dipastikan  langsung menerbitkan air mata saya. Sang Presiden Baru yang penuh cinta itu dan seorang sosok lagi yang selalu ia  cintai. Sosok yang selalu  ia sebut dan sampaikan salam cintanya setiap kali Sang Presiden Baru  melakukan kunjungan konsolidasi ke penjuru Nusantara. Sosok Santun dan ramah yang membuat lidahnya tercekat sesaat saat orasinya yang pertama. Sosok santun dan ramah yang hampir selalu membuat rona wajahnya berubah. Entah Saat detik dimana kawan seiringnya itu direnggut pergi secara paksa hari Rabu kelabu itu atau bahkan ketika nama dan wajah sang kawan disebut dan ditayang kan kembali di media yang ia datangi. Setidaknya itu yang bisa saya raba saat video-video beliau diputar di depan mata. Dua sosok itulah yang tanpa saya sadar belakangan ini menggetarkan jiwa saya. Dan spontan mengalirkan air mata dan menggerakkan  bibir saya untuk mengucap doa. Doa yang terindah. 

Tak hanya mereka berdua. Ada seorang lagi.  Di sebuah organisasi yang saya geluti, seorang pimpinan yang saya hormati. Ia seorang lelaki dan sudah beristri. Ia seorang yang kalem, sabar dan berusaha penuh tanggung jawab untuk menggerakkan roda organisasi. Hidupnya bisa dibilang tak mudah. Kuliah, kerja dan keluarga. Semuanya harus ia jalankan dengan sempurna. Hingga sore itu, mendung di langit  menggantung begitu kelabu dan hujan meluncur tanpa harus ditunggu. Deras dan makin deras. Dan saya tahu itu juga yang terjadi dalam kalbu, miliknya. Tapi Subhanallah……begitu ceria dan luwes ia memimpin rapat kala itu seakan tak terjadi apapun. Di akhir rapat beliau dan kami, rekan kerjanya saling memberi semangat. Ukhuwah terasa begitu erat. Pada sang istri yang juga sahabat saya yang sejati, saya mengatakan “ Saya kagum…..saya terharu…..Seandainya ia seorang muslimah……pasti ia sudah saya peluk sepenuh jiwa.”. Selanjutnya, airmata pun mengalir tanpa bisa ditunda.Sejak hari itu hati dan mata saya selalu berembun setiap kali bertemu dengan beliau. Sebab semangat menatap hidup dengan anggun yang sudah beliau tularkan pada saya. 

Yang selanjutnya, salah satu rekan senior saya di tempat kerja. Ia seorang wanita matang, dinamis dan dengan wajah penuh cahaya. Saat menasehati tidak pernah sekalipun bersilat lidah. Selalu jujur dan tulus apa adanya. Saat hari dan hati saya diliputi gundah sebab penuh masalah, tidur di pangkuannya menjadi obat mujarab bagi saya. Ya. Hanya tidur saja. Tanpa curhat yang banyak kata. Cukup memejamkan mata sekadarnya. Sedikit air mata. Kemudian, Ajaib……segala gundah dan kesedihan saya menguap seketika. Semangat baru pun langsung memenuhi rongga dada. Beliaulah Murobbiyah…….”Ibu dalam dakwah “ yang saya cinta sepenuh jiwa. Cinta karena Allah semata. Tak jarang, tanpa beliau sadari  saya pandangi wajahnya saat saya butuh mengundang semangat agar datang. Dan ajaib…yang saya harapkan pun hadir. Semangat yang menggelora. Dan air mata haru pun mengiringi. 

Semua sosok yang saya ceritakan itu bukan keluarga. Antara saya dan mereka tidak ada ikatan darah. Tapi mengapa……?? Mengapa ada air mata…….??. Begitu aneh mungkin orang memandang. Tapi inilah kami. Sebab kami percaya ikatan Aqidah itu lebih kental dari pada ikatan darah. Jalinan “Aneh” . Demikian Helvy Tiana Rosa menyebutnya dalam bukunya Risalah Cinta tentang apa yang kami alami ini. Jalinan “Aneh” yang hadir dalam hati-hati kami sejak kami mengenal satu kata suci yakni “Dakwah”. Jalinan “Aneh” yang membuat kami saling terikat. Jalinan “Aneh” yang membuat kami saling memberi. Tak hanya air mata dan doa. Jalinan “Aneh” yang kami harap akan abadi hingga jannah Nya.

[terinspirasi dari tulisan Helvy Tiana Rosa dan Video GESTURE TvOne]

Ketika Allah Mengirim Cinta

Tidak harus kau !
Tapi, aku hanya malu bertemu Tuhanku dalam keadaan masih membujang
[ Sakti Wibowo : Sepasang Merpati Berkalung Safir  ]

Lupakan. Lupakan cinta yang tidak akan bersemi di pelaminan. Demikian, ustadz Anis Matta menulis di Serial Cinta miliknya. Sebab tidak  ada cinta tanpa pernikahan. Cinta tanpa temu fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Mencintai itu Menikahi. Itulah yang beliau sampaikan.
 
Masih ingat kisah cinta Nurul  dan Fahri dalam Ayat – ayat Cinta nya Kang Abik. Atau mungkin kisah cinta antara Tiara dan Fadhil di Ketika Cinta Bertasbih lebih dikenal. Bukan hanya karena ditulis oleh Novelis yang sama yakni Habiburrahman El Shirazy. Namun pesan moral yang coba penulis sampaikan pada para pembacanya. Tak selamanya ujung akhir cinta itu selalu indah. Tak jarang mimpi para pecinta harus luruh, tunduk  pasrah pada kehendak  takdir  Yang Kuasa. Yang mungkin ceritanya bakal jauh lebih indah dari yang mereka sangka.
Sebagaimana terjadi pada banyak wanita, Nurul dan Tiara mungkin tak memilih. Namun dalam hidup selalu ada pilihan, Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi. Salim A. Fillah menyebut, Yang pertama hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban. Dalam buku Bahagianya Merayakan Cinta, beliau menggubah selarik puisi.

Ada dua pilihan ketika bertemu cinta
Jatuh cinta dan bangun cinta
Padamu…aku memilih yang kedua
Agar cinta kita menjadi istana…tinggi menggapai syurga

Keduanya dalam kondisi yang sama. Menunggu detik-detik menjelang  akad nikah dengan lelaki yang tak mereka cintai. Keduanya berkeras bahwa tidak akan mudah atau bahkan tidak akan bisa memberikan hati yang sudah diisi dan ditempati oleh orang lain. Keduanya  tunduk pasrah tanpa upaya dan  menjadikan cinta sebagai Penguasa hingga tanpa sadar merasa sulit menerima yang lebih indah, lebih halal dan lebih agung bagi mereka.

Dalam bukunya, Salim A. Fillah  mengutip judul buku yang indah dari Ukhti Izzatul Jannah, Karena Cinta harus Diupayakan. Beliau mengungkapkan bahwa  Allah mengajari kita untuk mengupayakan cinta. Seperti cinta kita padaNYA yang tidak datang dengan sendirinya. Ia datang dengan iman. Iman datang karena hidayah. Hidayah datang karena menjemput karuniaNYA. Dan sebelum itu ada ikhtiar. Jika cinta pada yang Maha Agung adalah buah dari ikhtiar .Maka, mengapa kita tak mengupayakan cinta kita pada dia yang dihalalkan untuk kita. Dan justru lebih memilih terbelenggu oleh cinta yang tak dihalalkanNYA. Astaghfirullah …..

Beliau juga menambahkan, sering ia mengatakan pada para Ikhwan, “ Antum bebas jatuh cinta pada Akhwat manapun, berapapun banyaknya-malah kalau bisa sebanyak-banyaknya-. Tapi harus jadi gentle dan sportif !! , Kalau ada ikhwan atau lelaki lain yang lebih siap datang mendahului menjemput sang angan pengisi sepi….jangan menangisi nasib diri !! Persilahkan dengan gagah bahkan…..bantu dengan segenap pengorbanan jika perlu !! “. Begitupun pada para akhwat hal yang sama berlaku “ Antunna bebas mencintai ikhwan manapun.  Tetapi  kalau seseorang yang berbeda nama, yang baik akhlaqnya dan agamanya datang……sedangkan antum tidak memiliki alasan syar’i untuk menolak…….jangan pernah sekali-kali antum menghindar…….”

Pada akhirnya jika boleh dikata sebagai mana syair  milik Sakti Wibowo yang dikutip diatas “ tidak harus kau….. Tapi, aku hanya malu bertemu Tuhanku dalam keadaan masih membujang ” . Maka teruntuk para ukhti…..tak harus  dengan sebuah nama yang sudah tersimpan rapi dalam hati. Tapi amat baiklah jika memilih sebuah nama yang menghampiri anti dengan gagah berani.

Pertengahan Maret 2013
[Kembang_Pelangi]



Selasa, 19 Maret 2013

Saat Getar Cinta Menyapa Jiwa




Fragmen 1
 Ikhwan – Akhwat aktivis dakwah , Demikian orang lebih sering menyebutnya. Keduanya tampak terlihat sibuk.  Mereka berdua menghabiskan hampir setiap waktu mereka di luar rumah. Di ruang kuliah , di masjid kampus, di rumah kontrakan yang jadi markas dakwah dan bahkan di arak-arakan jalanan saat mereka demontrasi. Sepenggal fase hidup mereka dipenuhi dengan Jawdal syuro, kajian, bakti sosial , outbond hingga aksi turun ke jalan. Selayaknya anak manusia seumur mereka,lumrah apabila ada “getar-getar” di antara mereka. Getaran tersebut tercermin dari perbincangan keduanya seperti  ini :

[di Telepon]
Ikhwan : Assalamuaikum……apa kabar ukhtie…??
Akhwat : Wa’alaikum salam Akhi….Alhamdulillah…..saya  baik
Ikhwan : sedang sibuk…..?? boleh minta waktunya…..?? ana ingin “konsultasi nih”…..??
Akhwat : Ndak sibuk kok…….boleh3x…
Ikhwan : @@E$%^&^&*(((@))####..........ABCDEFG……..ZZZZZ
Akhwat : $%$]##$@@@&@*………….*dengan wajah semu merah diujung telepon )
[lain waktu lagi di INBOX chatting di dunia maya]
Akhwat : Met MILAD ya akhie……Barokallohu fi umrik
Ikhwan : Jazakillah ukhtie…..
Akhwat : oh ya……..ini saya Attach’kan nasyid special sbg hadiah……
Ikhwan : Jazakillah Ukhtie……akan saya ingat selalu……
[ Semua masih berlanjut seiring waktu lewat telepon, pesan singkat dan dunia maya………….hingga suatu ketika…….…]
Akhwat : Apa tidak sebaiknya kita melabuhkan rasa di antara kita dalam pernikahan …………….???
Ikhwan : Menikah………….???  Afwan…………..sepertinya saya belum siap…..…
Akhwat : ……………………………??????????

Fragmen 2
Jaka dan Gadis.Keduanya sudah saling mengenal. Keduanya sering bertemu . Keduanya tak jarang saling membantu. Tak ada “getar” apapun diantara mereka, setidaknya itu yang Gadis rasa. Hingga suatu masa sang Jaka membuka suara….

Jaka : kutulis sebuah puisi untukmu…….bacalah….
Gadis : baiklah…..
[Lagi…]
Jaka : Sebuah puisi lagi ku kurangkai dengan penuh cinta……….. bacalah……..
Gadis : Oh….ya…….baiklah
[Berkali sudah terjadi……entah sudah berapa bilah puisi……..meski tak menumbuhkan apapun di hati Gadis…………tetap saja Gadis merasa ini gilirannya angkat bicara]
Gadis : puisi- puisi itu sudah cukup kiranya…………hanya saja ku ingin bertanya………..keberanian ……..sudahkah itu kau punya………….???
Jaka : MENIKAH……………??? Tak layak kiranya aku menduakan cintaNYA…………..aku belum sanggup.
Gadis : …………………………….?????????

Fragmen 3
Popeye dan Olive. Tak pernah sekalipun bertemu.,apalagi  bercakap panjang yang tak perlu. Lewat sang kawan,  Brutus lah keduanya mengenal dan berbagi tahu. Cukup saja sampai di situ tak lebih dari itu. Hingga suatu waktu……..
Popeye :  Assalamu'alaykum wr wb.....Bismillahirrohmanirrohim..."maukah engkau menunggu...
bila urusanku selesai,ku ingin menemui walimu untuk meminangmu"maaf bila ada kalimat yang tidak berkenan dihatimu...Wasalamu'alaykum wr wb...
Olive : …………………………………..??????????

Untuk ketiga kisah di atas ingin saya kutipkan puisi dari salah satu penulis favorit saya
Harapan tanpa iman
Adalah kekecewaan yang menunggu waktu
Kebahagiaan tanpa barakah
Bagai bayang-bayang  tanpa cahaya
Orang suci
Menjaga kesuciannya dengan pernikahan
Menjaga pernikahannya dengan kesucian
[Salim A. Fillah]

Cinta itu untuk semua. Tak peduli apakah ia sosok seorang aktivis dakwah, mahasiswa yang study oriented semata, pekerja lulusan SMA, atau bahkan –maaf- pengangguran tanpa pekerjaan. Kesemuanya punya hak dan lumrah sesuai fitrah  jika dihinggapi oleh rasa cinta yang suci dan tulus. Anis Matta menyebut dalam  kumpulan tulisannya Serial Cinta , Cinta adalah perasaan yang luhur. Perasaan yang luhur tersebut  adalah gejolak  kemanusiaan yang direstui di sisi Allah . Sebab karena direstui oleh Allah  itulah Rasulullah bersabda “ Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sudah saling  jatuh  cinta kecuali  pernikahan”.  Dan jalan itulah selayaknya yang terbaik yang harus dipilih  saat seseorang disinggahi rasa yang menggetarkan hati itu. Bukan. Bukan yang lain.

Dalam bukunya  Saksikan bahwa Aku seorang muslim , Salim A. Fillah mengutip sebuah laporan tentang tren HTS –Hubungan Tanpa Status- diantara para aktivis dakwah yang diliris majalah UMMI September 2006. Mungkin akan  ada dan bahkan banyak yang akan keberatan dengan hal yang beliau tulis tersebut. Beliau mengemukakan bahwa ketika pembicaraan tentang pernikahan disisihkan dengan alasan menghambat produktivitas kader dakwah, tetapi ternyata kemudian banyak dari sebagian mereka mencarinya dari sumber- sumber yang men-sibgah mereka bukan dengan kata “tanggung jawab “ sebagaimana islam dan dakwah yang mereka usung mengajarkan . Sebaliknya , sebagian mereka lebih memilih “having fun” seperti yang diajarkan syaithan. Beliau juga menyampaikan  bahwa menikah adalah keindahan, kecuali bagi yang memandangnya sebagai beban.Rumah tangga adalah kemuliaan kecuali bagi yang memandangnya sebagai rutinitas tak bermakna.  Bagi aktivis dakwah, Menikah, dakwah  dan jihad adalah seiring sejalan. Sebab ia bukan buah yang dipetik atau istirahat yang diambil setelah lama berjuang . Sebab ia bukan terminal perjalanan . Sebab sejatinya ia lebih bisa disebut sebagai awal perjuangan.

Pada Akhirnya….tak memandang apapun predikat yang melekat pada diri seseorang . Tak peduli  siapapun dia. Jika cinta dalam hatinya tulus. Maka bisa dipastikan ia akan menapaki jalan suci sebagai mana yang telah Rasulullah tunjuki dalam sabdanya di atas. Jalan suci pernikahan. Bukan jalan “Permainan” hubungan tanpa status yang tak berujung. Wallahu ‘a’lam  bis showab.








Jumat, 15 Maret 2013

KAMMI for Me



Bagiku………………………………………………………………………##

KAMMI….
Ia laksana puisi abadi
Wadah bagiku mencurahkan isi kepala…..isi jiwa……….. dan terlebih lagi…..isi hati
Hingga bakal menguap pergi semua rasa sepi
Yang hingga kini……………..tak pernah cukup kata yang ku eja ‘tuk melukiskannya
Yang hingga kini……………..tak pernah cukup keberanianku ‘tuk benar-benar meninggalkannya
Yang hingga kini…………….aku masih mencoba setia membersamainya

Jika boleh……………………ku bagi…………………………………..##

KAMMI
 Menuntunku mengenali diri
Setelah sekian lama…….lebih sering rasa asing yang ku akrab i
KAMMI
Menyingkap selubung gelap hati ini
Dan menggantinya dengan terang Cahaya Ilahi
KAMMI
Perlahan tapi pasti..….. makin banyak ilmu yang kudapati
Segala ilmu menejemen ada di sini
Majenemen diri………manejemen organisasi…….lebih penting lagi, menejemen hati
KAMMI
Membuatku mengerti
Tiap  tetes keringat bukan tanpa arti
Semua akan jadi bekal hakiki saat menghadapNYA nanti

Tak berlebihan jika ku bilang…………………………………………………………….##

KAMMI
Ia  laksana dunia penuh warna
Tempatku menemukan KELUARGA
Hingga dapat ku reguk hangatnya UKHUWAH
Yang meski apapun terjadi……..jalinannya akan abadi…….sampai SURGA

Ssssssstttt………………………….
Kubisikkan ini tapi…………………………………  RAHASIA….,
di KAMMI juga
Tempatku menemukan CINTA
Tapi jangan salah………ini bukan CINTA BIASA
Sebuah CINTA LUAR BIASA…………Cinta ku….Cinta mu…..Cinta KAMMI….Cinta kita
Sebuah cinta SUCI pada DAKWAH

Maka……………..diatas itu semua…………..ku sampaikan dengan keBANGGAan……………….pada semua...##
Percayalah………………………………….##
KAMMI itu
Tempat bagi jiwa-jiwa gagah bersua, berkumpul dan bercengkrama
Merangkai cita……merajut asa…..menjadi kerja-kerja nyata
Tak jarang pula………menjadi tempat bagi smua………membalut luka
Berbagi senyuman dan air mata


KAMMI
Tempat bagi banyak hati  saling mengikat janji
Bahwa setelah ini tak ada lagi yang lebih berarti
Selain………tegak dan berjayanya islam di muka bumi

Doakan saja……………………………….aku tetap SETIA ……………hingga akhir cerita……………….###

Penghujung Januari 2013

[ Kembang_pelangi ]

 


Sabtu, 09 Maret 2013

Cermin Hati dari Bumi Ruai Jurai

Lampung. Mungkin bukan kota yang istimewa bagi sebagian pembaca. Ia sebuah bagian kecil dari luasnya bumi Allah Indonesia.


 Lalu apa istimewanya…..hingga ia menjadi topik tulisan saya kali ini. Jika bisa saya katakan di awal , kota ini menjadi salah satu bukti kebesaran Allah Rabb ‘alamin atas hikmah dalam firmannya: Wahai manusia, sesungguh-nya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal (QS. Al-Hujurat 13)

Mengapa demikian…..?? sebagai jawabannya maka izinkanlah saya berkisah. Bermula dari aktivitas seorang muslimah di sebuah jejaring sosial yang mungkin bisa dikatakan cukup “padat” penghuninya di dunia maya. Sebagaimana kebanyakan orang, muslimah ini menjadikan media jejaring sosial tersebut sebagai sarana baginya untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Lewat media tersebut sang muslimah tersebut turut menyadari bahwa kepekaan satra dan jiwa menulisnya tersalurkan. Meski tak jarang pula sebagai manusia muslimah tersebut turut terinfeksi “virus ” negatif dari jejaring sosial yakni CURCOL [curhat colongan] sebagai mana jiwa-jiwa labil yang merupakan “penghuni ” strata kelas satu dalam dunia maya. Namun, tak bisa dinafikkan bahwa media jejaring sosial di dunia maya membantu seseorang untuk memperluas jaringan perTEMANannya . Entah dengan orang-orang baru yang belum pernah dikenal sebelumnya atau bahkan menyambung dan mempererat kembali tali pertemanan yang sempat terputus sebab alasan apapun . Terlebih karena alasan jarak yang memisahkan .

 Begitupun yang terjadi muslimah yang satu ini, lewat media tersebut salah satu fragmen kisah hidupnya dimulai. Pada suatu waktu, ada sebuah permintaan pertemanan dari satu akun dengan nama profil S.W.A ***sensored). Seperti biasa sebelum mengkonfirm pasti ia lihat sekilas profil si pengirim. Sejauh yang ia rasakan tak ada alasan untuk mengacuhkannya.

Tanpa terasa lambat laun waktu berlalu si muslimah sadar status-status yang dibuat temannya yang satu ini menggedor ruang bawah sadarnya jika temanyang satu ini tulisan-tulisannya sangat khas, penuh ide-ide semangat dan kental nuansa sastranya. Tak hanya itu temannya begitu banyak bisa jadi sebab “keramahan” yang sering sang teman tunjukkan dengan mengunjungi dengan mengelike dan sesekali member komentar positif hampir pada setiap teman-temannya di jejaring sosial tersebut tanpa kecuali.

 Sejauh waktu terlewat semua terasa normal. Setiap rangkaian kata yang ditulisnya membawa pembacanya menghirup aura positif dalam memandang hidup dan yang terpenting dari semua kekhasan tulisannya adalah ia hampir selalu menghadirkan eksistensi Allah dalam kata-katanya. Terdengar klise mungkin tapi faktanya teman-teman di dunia maya merasa nyaman dan tercerahkan. Sebagaimana yang selalu ia sampaikan mengenai visinya dalam menulis, harus ada dakwahnya dan membawa manfaat bagi semua.

 Lalu dari semua itu apa istimewanya. Dan lagi, apa hubungannya dengan apa yang telah saya sampaikan di awal. Tentu saja ada. Bagi si muslimah, teman yang satu ini hampir bisa dikatakan membawa angin segar bagi hidup si muslimah di dunia maya. Pasti semua akan mengira, apa sebab interaksi dan kedekatan yang berlebihan yang sebagai mana yang jamak terjadi di dunia maya. Salah besar jika itu yang pembaca fikirkan. Interaksi mereka wajar saja sebagaimana biasa . Sebab keduanya tahu bahwa ada bingkai syariah yang harus ditaati. Tak wajar dan sukar diterima apabila yang terjadi sebaliknya jika keduanya mengaku sebagai anggota kafilah dakwah pengusung kelanjutan risalah anbiyya.

Waktu berlalu. Dan si muslimah baru menyadari jika tanah kelahiran si kawan ini dari sebuah daerah nun jauh di bagian pulau Sumatera. Di Lampung. Kota Bandar Lampung tepatnya. Seiring waktu satu per satu permintaan pertemanan dari banyak akun menghampiri muslimah tersebut. Dan bisa ditebak hampir semuanya dari daerah yang sama. Lampung. Meski, kota asalnya bervariasi namun muaranya sama yakni Bumi Ruai Jurai (*Lampung Pen.). Kini hampir sepertiga dari jumlah teman si muslimah di jejaring sosial dari Provinsi tersebut. Merasa terhubung dengan sebuah daerah yan tak pernah terfikir dalam benak si muslimah.Tak terasa tiba-tiba terbesit tanya dalam benak si muslimah. Ada apa di balik ini. Apa ini sebuah “kesengajaan dan kebetulan” dari Allah.

 Apa kisah ini berhenti sampai di situ. Tentu saja tidak. Bilangan waktu pun terlewati kembali. Tulisan-tulisan si kawan tetap meluncur laksana deras hujan. Tapi kali ini mulai terasa tak biasa. Setiap kali tulisan itu muncul dan terbaca. Tulisan si kawan selayaknya cermin yang memantulkan bayangan yang sama dengan kondisi hati, jiwa dan jasad si muslimah. Apa anehnya, hal yang seperti itu lumrah terjadi di dunia nyata apalagi di dunia maya. Lumrah. Mungkin si muslimah akan setuju pendapat itu jika itu terjadi sekali, dua kali atau bahkan jika terjadi lima kali sekalipun. Tapi lebih dari sekedar lumrah jika terjadi berulang-ulang kali dan itupun tanpa ada saling komunikasi yang terjadi di antara keduanya. Tak berlebihan jika si muslimah makin bertanya-tanya. Muncul pertanyaan yang sama apa ini “kesengajaan dan kebetulan”. Maka setiap kali membaca tulisan-tulisan si kawan si muslimah mendongakkkan kepala berharap Robb nya mengirim sebuah isyarat sebagai jawaban atas pertanyaannya.

 Tapi rupanya si muslimah tidak sendiri, si kawan yang di ujung seberang merasakan yang hal sama. Kesejiwaan tanpa bertemu. Keduanya sepakat. Itu mungkin sebabnya. Sebagaimana satu hal klasik yang terjadi di filem-filem. Tapi sebagai jiwa yang diterangi cahaya iman. Keduanya menemukan, Rasul mulia pernah mengatakan. "Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang d'baris-bariskan. Yang saling mengenal d'antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal d'antara mereka akan saling berbeda d'antara mereka." [HR. Al Bukhari/no. 3336 dan Muslim/no. 2638]

 Begitupun yang penulis ternama Salim A fillah mensarikan hadist di atas bahwa Ruh itu seperti tentara. Ada sandi di antara mereka. Jika sandi telah dikenali, tak perlu banyak lagi yang diketahui. Cukup itu saja. Mereka akan bersepakat. Mereka adalah sekawan dan sepihak. Mereka akan bergerak untuk satu tujuan yang diyakini. Jadi apakah yang menjadi sandi di antara para ruh? Iman. Tentu saja. Kadar-kadarnya akan menerbitkan gelombang dalam frekuensi yang sama. Jika tak serupa, jika sandinya tak diterima, ia telah berbeda dan sejak awal tak hendak menyatu.

Pasti semua mengira. Kedua berjodoh barangkali. Aaaaaiiiiiiiiiiiiih…………..bakal lebih manis dari itu sepertinya akhir kisah ini. Tabir misteri pertanyaan yang menggelayut di benak si muslimah selama ini mulai terkuak. Benarlah…. sepertinya Allah sengaja mempertemukan dan mempertemukan si muslimah dan si kawan dari Bumi Ruai Jurai ini. Sebab lewat perantara si kawan ini mimpi besar si muslimah akan digenapi. Semoga saja berakhir indah sebab kisah ini memang belum sampai pada ujungnya. Sebagaimana kita yakini dan percayai… takdir Ilahi sepenuhnya adalah misteri.

 Berbaik sangka saja padaNYA dan mendekat sepenuh hati demi mengharap ridhoNYA. Tak perlu menutup pintu kesempatan untuk mengenal siapapun. Baik ataupun buruk setiap insan selayaknya cermin bagi saudaranya yang lain yang lewat cermin tersebut kita bisa belajar tentang kehidupan. Tak jarang mereka menjadi pintu perantara datangnya rizki yang telah Allah siapkan untuk kita. Maka kita tak perlu ragu untuk berinteraksi dengan siapapun dengan tetap terbingkai dalam syariat.

Sebagaimana nasehat si kawan bahwa kita tidak pernah tahu kejutan apa yang Allah siapkan bagi kita , yang atas izin si muslimah tulisan tersebut saya kutipkan. ***Karena yg jauh bagimu.. adalah dekat bagi Allah….___ dan yg tak mungkin untukmu.. juga ter'amat mudah bagi Allah…(maka lukislah impianmu.. dengan sabar dan mencintai sholat) ***Jangan khawatir saat hidup terasa tak bergerak.. ______khawatirlah jika kita tak bergerak mendekati Allah.. karena Dia_lah Pemilik semua perubahan :) Tidak akan ada yg hilang dari sisi Allah.. tidak juga doa & harapanmu.." tersimpan utuh.. ¤ hingga tiba saatnya turun padamu seperti "hujan" terindah^ ^


 [dari KembangPelangi untuk KembarHati]