Pernahkah anda menangis ….?. Saya rasa hampir setiap orang
pernah mengalaminya. Air mata itu bisa jadi muncul saat kita ditinggalkan oleh
orang-orang yang kita kasihi. Bisa jadi
salah satu orang tua yang kita cintai apalagi jika keduanya meninggalkan
kita selamanya. Atau mungkin suatu ketika saat pasangan kita, suami atau istri
kita melangkah pergi menjauhi kita baik itu sementara atau bahkan untuk
selamanya. Tak jarang air mata itu muncul ketika kata dan sikap orang –orang di
sekeliling kita menyemaikan dan menumbuhkan luka dalam hati kita. Air mata bisa
jadi menetes di sudut mata kita saat menyusuri jalan yang biasa kita lewati
kita temui peminta-minta tua, anak yang menengadahkan tangan saat jam-jam di
mana ia seharusnya sekolah dan sosok apapun yang menerbitkan rasa iba dalam
hati kita. Tapi jangan salah terkadang tanpa diundang pun air mata datang saat
kita memperoleh kebahagiaan. Saat ijab qobul diucapkan. Saat seorang bayi
dilahirkan. Saat wisuda kelulusan. Atau mungkin saat kita mendapat hadiah yang
paling kita inginkan. Demikianlah, kesedihan dan kebahagiaan keduanya mampu
menghadirkan air mata. Silih berganti.
Tapi pernahkah air mata kita menetes hanya karena menatap
seseorang….?. Sedangkan orang tersebut bukan Orang tua, Suami atau istri kita. Bukan
pula peminta-minta atau gelangangan yang biasa mendatangkan iba.Apalagi artis
idola kita. Seorang yang mungkin tidak pernah kenal dekat. Seorang yang
tangannya tak pernah kita jabat. Seseorang yang mungkin hanya bisa kita lihat
dalam jarak pandang yang begitu jauh.
Itulah yang terjadi pada saya. Malam dimana jari ini saya
jentikkan untuk mengetik tulisan saya ini. Entah ini sudah bilangan yang
keberapa saya putar kembali video pidato “Sang Presiden Baru” yang saya simpan.
Saya yakin anda semua paham siapa yang
saya maksud. Ada dua sosok yang selalu bisa dipastikan langsung menerbitkan air mata saya. Sang
Presiden Baru yang penuh cinta itu dan seorang sosok lagi yang selalu ia cintai. Sosok yang selalu ia sebut dan sampaikan salam cintanya setiap
kali Sang Presiden Baru melakukan
kunjungan konsolidasi ke penjuru Nusantara. Sosok Santun dan ramah yang membuat
lidahnya tercekat sesaat saat orasinya yang pertama. Sosok santun dan ramah
yang hampir selalu membuat rona wajahnya berubah. Entah Saat detik dimana kawan
seiringnya itu direnggut pergi secara paksa hari Rabu kelabu itu atau bahkan
ketika nama dan wajah sang kawan disebut dan ditayang kan kembali di media yang
ia datangi. Setidaknya itu yang bisa saya raba saat video-video beliau diputar
di depan mata. Dua sosok itulah yang tanpa saya sadar belakangan ini menggetarkan
jiwa saya. Dan spontan mengalirkan air mata dan menggerakkan bibir saya untuk mengucap doa. Doa yang
terindah.
Tak hanya mereka berdua. Ada seorang lagi. Di sebuah organisasi yang saya geluti,
seorang pimpinan yang saya hormati. Ia seorang lelaki dan sudah beristri. Ia
seorang yang kalem, sabar dan berusaha penuh tanggung jawab untuk menggerakkan
roda organisasi. Hidupnya bisa dibilang tak mudah. Kuliah, kerja dan keluarga.
Semuanya harus ia jalankan dengan sempurna. Hingga sore itu, mendung di
langit menggantung begitu kelabu dan
hujan meluncur tanpa harus ditunggu. Deras dan makin deras. Dan saya tahu itu
juga yang terjadi dalam kalbu, miliknya. Tapi Subhanallah……begitu ceria dan
luwes ia memimpin rapat kala itu seakan tak terjadi apapun. Di akhir rapat
beliau dan kami, rekan kerjanya saling memberi semangat. Ukhuwah terasa begitu
erat. Pada sang istri yang juga sahabat saya yang sejati, saya mengatakan “
Saya kagum…..saya terharu…..Seandainya ia seorang muslimah……pasti ia sudah saya
peluk sepenuh jiwa.”. Selanjutnya, airmata pun mengalir tanpa bisa ditunda.Sejak
hari itu hati dan mata saya selalu berembun setiap kali bertemu dengan beliau.
Sebab semangat menatap hidup dengan anggun yang sudah beliau tularkan pada
saya.
Yang selanjutnya, salah satu rekan senior saya di tempat
kerja. Ia seorang wanita matang, dinamis dan dengan wajah penuh cahaya. Saat
menasehati tidak pernah sekalipun bersilat lidah. Selalu jujur dan tulus apa
adanya. Saat hari dan hati saya diliputi gundah sebab penuh masalah, tidur di
pangkuannya menjadi obat mujarab bagi saya. Ya. Hanya tidur saja. Tanpa curhat
yang banyak kata. Cukup memejamkan mata sekadarnya. Sedikit air mata. Kemudian,
Ajaib……segala gundah dan kesedihan saya menguap seketika. Semangat baru pun
langsung memenuhi rongga dada. Beliaulah Murobbiyah…….”Ibu dalam dakwah “ yang
saya cinta sepenuh jiwa. Cinta karena Allah semata. Tak jarang, tanpa beliau
sadari saya pandangi wajahnya saat saya
butuh mengundang semangat agar datang. Dan ajaib…yang saya harapkan pun hadir.
Semangat yang menggelora. Dan air mata haru pun mengiringi.
Semua sosok yang saya ceritakan itu bukan keluarga. Antara
saya dan mereka tidak ada ikatan darah. Tapi mengapa……?? Mengapa ada air
mata…….??. Begitu aneh mungkin orang memandang. Tapi inilah kami. Sebab kami
percaya ikatan Aqidah itu lebih kental dari pada ikatan darah. Jalinan “Aneh” .
Demikian Helvy Tiana Rosa menyebutnya dalam bukunya Risalah Cinta tentang apa yang kami alami ini. Jalinan “Aneh” yang hadir dalam hati-hati kami sejak kami
mengenal satu kata suci yakni “Dakwah”. Jalinan “Aneh” yang membuat kami saling
terikat. Jalinan “Aneh” yang membuat kami saling memberi. Tak hanya air mata
dan doa. Jalinan “Aneh” yang kami harap akan abadi hingga jannah Nya.
[terinspirasi dari
tulisan Helvy Tiana Rosa dan Video GESTURE TvOne]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar