“Ana heran” ucap si sahabat tiba- tiba, kala Gadis bercerita tentang
kisah cintanya. “Ana bertanya-tanya apa yang membuat anti jatuh hati
dengan lelaki itu…? Sebab sejauh yang ana tahu tak banyak kriteria
impian anti yang melekat pada lelaki itu.. ” lanjut si sahabat lebih
jauh.
“Ibunya…” jawab Gadis tanpa ragu. “Sosok penyayang itulah yang membuatku
jatuh hati pada anaknya… sebab aku ingin merasakan kasih yang sama dari
beliau…” lanjut Gadis mengurai harapan.
Ibu. Sosok yang hampir selalu dilukiskan indah oleh sejarah. Tak
terhitung banyaknya kisah yang menceritakan tentang istimewanya seorang
ibu. Sosok ibu sering digambarkan sebagai pecinta sejati. Cintanya abadi
sepanjang waktu. Sejak sang anak belum berbentuk dan terlihat rupa
wajahnya, ibu sudah menyambutnya dengan bahagia. Beliau mengelus mesra
perutnya dan mengajak si bayi bercengkrama. Begitupun saat si kecil
terlahir ke dunia beliau merawat dan membesarkan dengan penuh cinta.
Menggendong si anak berjam-jam, sering terbangun di tengah malam, dan
mata yang jarang bisa terpejam saat si kecil rewel dan sakit adalah
rutinitas yang hampir semua ibu pernah mengalaminya.
Begitu waktu berlalu. Si kecil pun tumbuh dan beranjak dewasa. Dan cinta
ibu tetap tak berubah. Beliau masih memiliki kasih yang melimpah. Saat
buah hati dirundung masalah bisa jadi beliau tempat curhat yang pertama.
Tak pandang apapun masalahnya. Masalah kuliah, ketidaknyamanan di
tempat kerja atau pun yang lainnya. Bahkan mungkin saat sang anak mulai
merasa menemukan jodohnya. Beliau seringkali menghadirkan solusi di
sela-sela nasihat bijaknya. Tak jarang dalam bentuk omelan panjangnya
atau unwanted-phonecall saat sang anak tak kunjung pulang sedang
hari sudah menjelang malam, itu semua gambaran kasih sayang beliau.
Yang mungkin tak selalu berbalas tanggapan yang sama indahnya dari sang
anak. Tak sedikit anak yang menganggapnya “ gangguan “. Tapi percayalah…
suatu saat itu akan jadi gangguan yang begitu dirindukan.
Atas semua jasa dan limpahan cintanya, benarlah jika Sang Nabi
mengajarkan pada kita, bahwa beliaulah seutama-utama wanita yang mesti
kita dahulukan urusannya.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah,
siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita?” Jawab Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam “Suaminya.”
”Siapa pula berhak terhadap lelaki?” Jawab Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, “Ibunya.”
Begitupun dalam Riwayat yang lain dikisahkan
Abu Hurairah radhiallahu 'anh berkata: Seorang lelaki datang menemui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya: “Siapakah manusia
yang paling berhak untuk aku layani dengan sebaik-baiknya?” Rasulullah
menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab:
“Ibumu.” Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.”
Dia bertanya lagi: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ayahmu.” (Shahih
Bukhari – hadis no: 5971)
Begitupun Allah memerintahkan dalam Firman Nya
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbakti kepada) kedua
orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun maka bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu dan hanya kepada-Kulah kembalimu.“
(QS. Luqman: 14)
Beruntunglah jika sampai saat ini masih bisa merasakan hangat kasih
sayang seorang ibu. Beruntunglah jika masih mendapati omelan-omelan
cinta saat terlambat pulang, terlambat makan, atau terlambat bangun di
waktu Subuh. Sekali lagi percayalah… itu sebuah keberuntungan. Sebab
tak semua anak seberuntung itu. Sebab tak sedikit anak yang merindukan
omelan-omelan dan gangguan- gangguan itu. Bisa jadi banyak sebabnya. Tak
ber-Ibu semenjak kecil atau terpisah dari ibu dikarenakan musibah,
perceraian, adopsi atau bahkan sebab terenggut maut. Bagi anak- anak
dengan kondisi seperti itu omelan cinta dan gangguan itu adalah hadiah
yang begitu ditunggu dan dirindu.
Maka syukur Alhamdulillah jika saat ini Allah masih menganugrahkan
pada kita waktu bersama beliau. Nikmati waktu yang ada dengan benar-
benar berbakti dan berbuat baik pada beliau. Sebuah kesempatan berbuah
syurga jika bisa merawat dan mendampingi beliau dengan penuh kesabaran
hingga akhir hayatnya. Sebab, bisa jadi “ keindahan jiwa” beliaulah yang
telah mengundang dan menerbitkan cinta seseorang yang “akan” atau yang
“telah” menjadi pasangan hidup kita. Sebagaimana kisah Gadis di atas…
itu fakta bukan fiksi. Beruntunglah… yang masih merasakan cinta Ibu…
hingga kini. Berbahagialah… dan berbaktilah…[Kembang Pelangi]
*) Dan aku pun beruntung memilikinya… dengan bangga kusebut ia Murabbiyahku… dan… itulah… Ibuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar