[Sarwo Widodo Arachnida]
“Aaaaah sudahlah… coret saja… sepertinya kurang relevan dan strategis agenda itu… ndak perlu lagi sering-sering kita menggelar baksos… toh nyatanya itu tak cukup mendongkrak perolehan suara partai dan caleg yang kita perjuangkan…” ujar suara sumbang dari ujung meja rapat koordinasi pemenangan sebuah partai. Sedangkan para kader sejati yang hampir memadati ruang tempat musyawarah tadi hanya bisa bergumam dalam hati “sejauh yang kami pahami… bukan sekedar demi suara dalam pemilu nanti… segala usaha dan perjuangan kami selama ini… tapi juga tanggung jawab dan kewajiban kami terhadap umat ini… hingga kami bisa berdiri gagah berani dan tak malu lagi saat berjumpa dengan Rabbi… Tuhan kami”.
Cerita tadi hanya fiksi. Luapan berlebihan dari saya atas fenomena yang terkadang saya jumpai sesekali. Tak banyak memang, tapi cukup mengesalkan dan disayangkan jika ada pemikiran “liar” tersebut dalam benak para pejuang yang mengaku kader sebuah partai dakwah. Semoga tak banyak… bahkan kalau bisa benar-benar tak ada secuil pun komponen dalam gerbong partai pengusung kepentingan umat yang model begitu.
Tidak. Tidak ada yang berubah dari ashalah partai dakwah. Sejauh yang diketahui, insya Allah manhaj kita masih sama. Kehadiran dalam liqoat tarbawi juga masih tetap dianggap sebuah kewajiban. Kualitas dan kuantitas tilawah, qiyamul lail, dzikir pagi-petang, puasa sunnah dan amalan yauimiyah lainnya tetap diperhitungkan. Ghiroh kegiatan hafalan Al Qur’an dan hadits juga malah makin digalakkan. Keutamaan bina ukhuwah dan jaga ruhiyah juga masih diajarkan dan dianjurkan. Kajian dan taklim pembinaan umat juga tidak dilupakan. Perkembangan di Gaza, Mesir, Rohingya dan Suriah serta belahan dunia lainnya tak juga luput diperhatikan dengan berbagai jenis munasharah, doa, diplomasi kenegaraan dan pengiriman bantuan.
Saya yakin, partai dakwah ini belum berubah. Partai Dakwah ini tidak boleh berubah. Apapun cibiran orang, lawan saja dengan segenap pembuktian. Partai dakwah masih setia mengawal dan mengusung kepentingan umat. Buktikan jika semua aktif bekerja…semua aktif berjuang. Mulai dari pengurus ranting yang rendahan sampai yang sudah duduk di kursi anggota dewan. Mulai dari yang kuli hingga menteri. Saat kebakaran, banjir dan becana alam datang usahakan datang mengulurkan bantuan. Peredaran narkoba, miras dan maksiat terus dilawan. Jika semua itu terlampau susah dan berat, setidaknya saat berjumpa tetangga berikan salam, senyum dan sapa yang menyenangkan. Ketika mereka kesulitan, berikan pertolongan. Buktikan saja, bahwa negeri ini masih belum kehilangan harapan.
Dalam bukunya, Herry Nurdi mengatakan, semua usaha dan perjuangan yang dilakukan hanya punya satu ukuran. Untung rugi yang didapatkan harus diukur, apakah sama untung rugi yang didapatkan oleh Islam. Bukan atas pertimbangan untung rugi politik, diplomatik maupun sekedar strategik. Karena apa yang dianggap untung oleh kacamata strategi dan politik, belum tentu simetris dalam arti ideologik. Maka beliau pun berpesan, pejuang sejati tak pernah mencuri kemenangan untuk dirinya sendiri. Bahkan mereka tak pernah berpikir untuk ikut menikmati hasil perjuangan yang dilakukannya.
Negeri ini telah terlalu lama dirusak… hingga butuh waktu yang tidak instan untuk memperbaikinya... sekarang belum masanya menikmati hasil perjuangan. Jangan turut menjadi satu lagi golongan yang merusak negeri yang Allah titipkan.
Prinsipnya sederhana saja sebagaimana disebutkan dalam FirmanNya.
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)
[The Secret of Heaven --- Herry Nurdi]
Wallahu a'lam bish shawab. [Kembang Pelangi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar