"Seperti elang kami
melayang,
Seperti air kami mengalir,
Seperti mentari kami berputar,
Seperti gunung kami merenung,
Di lingkaran kami berpandangan,
Di lingkaran kami mengucapkan,
Aku cinta padamu..."
-Iwan Fals-
Entah apa yang ada dalam benak
pasukan muslimin saat itu, ketika sang Jenderal, Thariq bin Ziyad,
memerintahkan mereka untuk membakar seluruh kapal yang membawa 7.000 pasukan
muslim menginjakkan kakinya di daratan Eropa, Spanyol. Lalu di atas bukit
Gibraltar, sambil menghunus pedang sang Jenderal yang baru berusia 25 tahun itu
menjawab kebingungan pasukannya: “Kita datang ke sini bukan untuk kembali.
Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini
atau kita semua binasa! Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi
kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh.
Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan
kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan!”.
Terjawab sudah! Terjawab sudah keheranan pasukan pemberani itu! Jiwa mereka
menyala, sadar bahwa mereka sedang dipimpin oleh seorang anak muda berhati
singa. Seperti kata pepatah arab: “Sepasukan domba yang dipimpin oleh seekor
singa akan mengalahkan pasukan singa yang dipimpin seekor domba”. Maka tak
sedikitpun rasa takut menyentuh jiwa mereka, ketika 7.000 pasukan kecil muslim
harus menghadapi 100.000 tentara Raja Roderick yang memerintah Spanyol. Sebuah
perbandingan pasukan yang tidak berimbang. Hanya saja, 100.000 tentara Spanyol
itu tidak sadar jika pasukan kecil yang mereka hadapi ini adalah para pemberani
yang dipimpin oleh seorang lelaki berhati singa. Dan Sungai Barbate pun memerah
oleh tumpahan darah Raja Roderick dan sebagian besar pasukannya di tangan para
pemberani itu…
Sahabat, sesungguhnya sejarah setiap bangsa dimuka bumi ini senantiasa diukir
dengan keringat dan darah para pemberani. Mereka hadir dalam kebangkitannya.
Mereka hadir dalam kejayaannya. Dan mereka juga hadir dalam kejatuhan dan
keruntuhannya. Tidak penting benar pada masa apa mereka hadir. Bagi mereka,
keberanian itu adalah keterhormatan yang ditakdirkan hadir dalam
persitiwa-peristiwanya sendiri…
Seperti itulah, bangsa Inggris mengenang Ratu Elizabeth I sebagai seorang pemberani.
Usianya yang masih muda (25 tahun) tidak menghalangi keberaniannya melawan
sekaligus menghancurkan armada laut terkuat di dunia, The Invincible Armada
Imperium Spanyol. Bahkan masa kepemimpinannya dianggap sebagai awal lahirnya
Imperium Inggris Raya.
Seperti itu pulalah, bangsa Jepang mengenang Saigo Takamori, The Last Samurai,
sebagai seorang ksatria pemberani. Ksatria samurai yang mengakhiri masa
kekuasaan para Shogun dan mengawali lahirnya Restorasi Meiji. Sebuah proses
reformasi yang membawa Jepang menjadi Negara teknologi terkuat di dunia.
Begitu pun bangsa Amerika mengenang George Washington, bangsa China mengenang
Jengis Khan, bangsa India mengenang Gandhi, dan bangsa-bangsa lain mengenang
para pemberaninya sendiri-sendiri.
Dan bangsa kita, bangsa yang besar ini, juga diukir oleh darah para pemberani.
Bangsa ini bangkit dari kubangan nyawa para pemberani. Bangsa ini tegak dari
tetesan keringat dan air mata para pemberani. Keteguhan hati Diponegoro,
ketajaman mata Hasanuddin, kebeningan jiwa Cokroaminoto, kecerdasan Soedirman,
semangat baja Soekarno, dan jiwa menyala para aktivis mahasiswa. Dan masih
terlalu banyak manusia-manusia pemberani yang menghiasi lembar-lembar sejarah
bangsa kita. Sebagiannya terekam dalam tinta, tetapi jauh lebih banyak lagi
yang kisahnya hilang bersama tiupan angin senja. Seperti dedaunan yang jatuh
memberi kesuburan pada tanah, memberi kita hidup, dan kita tak pernah tahu
berapa jumlahnya serta dari pohon manakah asal mereka…
Sahabat, keberanian itu adalah energi jiwa. Ia dapat dimiliki oleh siapa saja
yang memutuskan untuk memilikinya. Hanya saja, keberanian itu adalah energi
jiwa yang tak punya arah. Dia bisa meledak ke arah mana saja ia dikehendaki
oleh pemiliknya. Itulah sebabnya, keberanian Adolf Hitler digunakan untuk
membantai 30 juta manusia. Keberanian Jengis Khan dipakai untuk mengancurkan
peradaban-peradaban lain di seluruh dunia. Namun keberanian itu pulalah yang
menggerakkan Nelson Mandela untuk mendapatkan hak-hak azasi bangsa dan rasnya,
bahkan lebih dari itu menjadi inspirator perjuangan HAM jutaan ummat manusia…
Sahabat, negeri kita ini sedang rindu pada kehadiran kembali para pemberani di
atas tanahnya. Bangsa kita ini sedang mencari-cari para pemberani untuk
menuntunnya keluar dari keterpurukan menuju kebangkitan peradaban. Negara yang
kita cintai ini sedang menanti sekelompok manusia-maniusia pemberani yang akan
membawa bendera merah putih untuk memimpin dunia. Para pemberani itu, mungkin
saja adalah kita wahai sahabat-sahabatku. Karena itu, persiapkanlah dirimu…